KATA PENGANTAR
Puisi ialah ramuan yang sudah di racikan sehingga menjadi satu obat yang dapat mampuh membunuh siapa saja dan jikalau salah mempergunakannya maka kita akan tergolong orang-orang yang sakit akan pengetahuan. Puisi bukanlah pendapat yang dinyatakan ia adalah lagu yang muncul dari luka yang berdarah atau mulut yang tersenyum begitulah kata penyair legendaris Khalil Gibran. dengan begitu puisi sangatlah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia di alam semesta ini.
Puisi bagai pedang yang dapat membunuh seseorang lewat kata-kata, bahasanya yang halus sehalus kain sutra, juga mampuh merobhokan mimbar yang penuh dengan keapalsuan lalu menyusup relung-relung jiwa hingga tunduk dan pasrah pada kekuatannya.
Jikalau menulis adalah suatu efektifan untuk menciptakan generasi bangsa yang baik, maka “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”― Pramoedya Ananta Toer. Penulis legendaris. dengan hadirnya puisi yang berjudul Bangsa Moyang , ini merupaka puisi yang mencoba menjawab realita masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat, politik, budaya, agama, alam, cinta dan filsafat. Semoga buku ini mampuh menjadi pedoman untuk anak bangsa juga di kalangan pemuda yang saat ini masih berkecimpuh di dunia pendidikan formal maupun diluar jalur formal, untuk dapat memahami makna dari goresan hati para penyair di Bumi Kieraha, “Al Mam Lakatul Mulkiyah” negerinya para raja-raja.
Bangsa moyang ialah bagaimana kaca mata penulis, mendiskripsikan fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari “manusia”, dengan begitu, hemat penulis bahwa apa yang manusia alami dalam kehidupan saat ini adalah dampak dari pikiran kemarin dan hari esok adalah harapan. Saat ini dunia pendidikan kita sangtlah kacau, sebab terpengaruhnya peradaban/perkembangan jaman yang mereka lalui, dari segi budaya, agama, politik, alam, Cinta, filsafat dan berbagai macam dinamika yang terjadi pada tataran masyarakat sehingga merubah perspektif mereka yang seakan-akan mengambang di huru hara. Oleh karena itu saya menhimbau kepada pemerintah yang berwajib, untuk merespon positif, guna merubah cara berpikir masyarakat yang masih dangkal, dan ini semua terpengaruh karena sistem pemerintahan negara republik indonesia, sehingga hal ini memacu penulis supaya lebih jeli dan kritis, untuk melihat para penggiat pembaca dan, atau tokoh-tokoh penting terutama dalam negeri moloku kierah ”negerinya para raja-raja”, juga bukan hanya perspektif itu saja, namun yang terkandung dalam isi makna bait-bait puisi ini ialah bagaimana penulis mencoba untuk mencakup seluruhnya atau seindonesia dari sabang sampai merauke, supaya pemerintah indonesia kita tahu dan sadar, bahwa pendidikan pada dasarnya ialah menyadarkan kehidupan bangsa dan juga proses manusia memanusiakan manusia, agar menjadi kaum yang intelek, bagi bangsa dan negara tanah air ini. Nah, dengan begitu sistem pendidikan kita akan baik juga berinovatif.
Jikalau pemerintah kita selalu berpikir radikal, maka tidak ada lagi sistem pendidikan dalam pembodohan yang katanya profesional”, supaya anak-anak bangsa indonesia lebih maju lagi dalam proses dunia pendidikan di bangku sekolah , juga untuk kelangsungan hidupnya, yang akan datang bagi anak cucu kita, di kemudian hari, untuk esok dan kedepannya. Dengan begitu peningkatan mutu pendidikan berkarakter bangsa yang berideologi pancasila, akan semakin produktif juga inovatif dan mampuh bersaing dengan kota-kota lain, atau antar negara, dewasa ini penulis berkeinginan teguh, mencoba mengajak para kaum intelek dan pemerintah, supaya bisa bekerja sama, guna membangun sistem pendidikan yang lebih baik, dari jalur formal maupun diluar jalur formal, untuk meciptakan generasi yang baik, juga literasi menulis dan membaca pada anak bangsa di moloku kieraha.
Semoga dengan hadirnya karya ini, sudara sebangsa tanah air ini lebih baik lagi dalam membangun literasi menulis dan membaca”. olehnya itu saya mengutip satu kalimat yang berisi “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”― Pramoedya Ananta Toer.
Bangsa Moyang, Juga memiliki Filosofi tersendiri, ialah bagaimana dalam setiap kehidupan, yang kita jalani, kita patut mencontohi para kapita/moyang, yang sudah mendahului kita, dengan begitu kita akan menjadi manusia yang manusiawi yang memiliki akhlak dan moral juga prinsip yang baik. Bahwasanya kita hidup itu “layaknya akar tunggal” walaupun diterjang angin namun takan tergoyah dan jikalau rubuh sampai ke tanah maka akar yang tunggal pun tetap akan kokoh. Jika ditinjau dari segi makna personifikasinya ialah, kenapa harus akar yang tunggal karena jika kita hidup dalam bermasyarakat, layaknya akar tunggal. Maka kita akan memiliki landasan ideologi yang hakiki untuk membangun bangsa yang berpendidikan supaya selalu hidup bergotong royong, nah’ dan jika kita hidup untuk memilih akar yang bercabang atau melata, merayap diatas permukaan tanah, maka kita telah memilih hidup yang sangatlah salah, sebab akar yang diatas, hemat penulis ialah, akar yang ingin memakan sendiri meminum sendiri tak peduli sesama um’mat manusia ciptaan tuhan dan selalu mencari untuk kepentingan sendiri, tidak memikirkan orang banyak hanya kepentingan pribadinya saja dan tak ada rasa saling menolong atau bergotong royong untuk sesama ummat manusia.
Harapan penulis dengan hadirnya buku yang berjudul Bangsa Moyang ini, supaya bisa mengajak sudara-sudara kita, dalam hal ini penulis sangat menghimbau kepada pemerintah, supaya lebih memperhatikan bakat anak bangsa dalam negeri maupun diluar negeri, terutama cobalah untuk melihat kaum suhada “rakyat kecil” yang sangat mengiginkan dunia pendidikan, taburkanlah benih kehidupan untuk mereka berikanlah fasilitas yang memadai supaya dapat memiliki juga kehidupan yang layak, dengan begitu, bangsa republik indonesia akan menjadi bangsa yang demokrasi pancasilais, yang selalu menjungjung tinggi nilai-nilai pancasila dan akan mampuh menjawab sila ke lima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Kata Uang Karya: Akbar, Daud UANG... Uang memebuat manusia menjadi onani Lupa akan etika untuk menjadi manusiawi Tidak ada lagi pri kemanusian yang melekat di pundak Hilang keadilan mereka, hanya memikirkan uang UANG... Uang bisa membeli kekuasaan bisa membeli kebenaran Namun kita akan sirnah, semakin banyak kita menerima akan semakin Hilang kemanusiaan kita, itulah sebabnya kenapa kita manusia selalu berpikir utuk menang sendiri tanpa memikirkan orang-orang dibawah kita kenapa kita tidak belajar untuk memberi UANG... uang sungguh memiliki dalil kekausaan diatas negeri yang fanah ini amruk sudah keadilan karena sudah di beli oleh yang berkuasa UANG... uang membuat manusia menjadi angkuh dan lupa akan masa percekik uang semakin merusak bangsa dan tidak ada kesetaraan diantara miskin dan kaya didunia ini hanyalah orang yang berakal yang mampuh melihat keduanya dengan nilai yang sama ternate/01/24/2015
Comments
Post a Comment